Program Variety Show di Indonesia masih dalam tahapan penelitian oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Hal tersebut dikatakan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah saat menjadi narasumber pada Talkshow Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi, Rabu (3/8), di Mifan Waterpark.
Pada talkshow tersebut, Nuning mengatakan, saat ini dari delapan yang sudah diteliti KPI dari 2015, pada 2019 masih tersisa tiga kategori yang belum lolos penyiaran dari KPI. Di antaranya sinetron, variety show dan infotainment. Namun saat ini hanya dua tugas berat KPI untuk bisa bersinergi dengan berbagai pihak.
“Tahun ini menurut saya tahun yang cukup menggembirakan bagi kami dalam perjalanan riset indeks kualitas program siaran televisi. Pada 2015, satu-satunya program yang berkualitas hanya program religi dan program yang lain masuk belum berkualitas. Namun semakin ke sini semakin banyak effort yang dilakukan KPI dan sudah mengalami pergerakan yang sangat signifikan,” ujarnya.
Ditambahkannya, untuk program Variety Show, dengan penonton yang sangat banyak dan segala umur, menjadi perhatian khusus KPI dalam penayangan program tersebut. Dengan menghindari bulliying, kekerasan dan perilaku-perilaku yang tidak cocok ditonton oleh anak-anak di bawah umur.
“Kita lihat program variety show ini sangat banyak diminati. Apalagi kita yang pulang bekerja maupun pulang dari kesibukan, lebih banyak menonton program yang mengandung unsur hiburan seperti variety show ini. Ini menjadi perhatian khusus kami dalam penayangannya. Jika ada hal yang terjadi di luar batasnya, akan langsung kami berikan teguran,” tuturnya lagi.
Berdasarkan dimensi indeks program variety show ini, ungkapnya, di antaranya paling rendah perlindungan anak-anak dan remaja, norma kesopanan dan kesusilaan, kekerasan verbal dan nonverbal, kelompok masyarakat tertentu, hak privasi, etika profesi, adegan seksual dan adegan mistis, horor dan supranatural.
“Langkah aksi strategi yang harus dilakukan adalah pengawasan konten siaran untuk menjamin kualitas hak informasi bagi masyarakat. Peningkatan kualitas SDM penyiaran dalam memproduksi konten siaran serta gerakan literasi sejuta pemirsa,” urainya.
Dosen Komunikasi Universitas Andalas, Diego, M.I.Kom, M.Sos selaku narasumber, juga menyebutkan penayangan urusan pribadi dari selebriti, orang terkenal, influencer dan sebagainya tidak seharusnya diumbar dan dibahas pada acara televisi. Hal tersebut menjadi fenomena over exposure.
“Banyak tayangan yang harusnya tidak diumbar dalam siaran program televisi. Seperti perceraian, percintaan, permusuhan dan lainnya, ini sudah sepantasnya menjadi ranah pribadi saja. Juga tayangan ramalan oleh paranormal atau peramal, tidak sepatutnya ditayangkan karena memicu masyarakat menjadi tidak percaya diri dan percaya sesuatu yang tidak dibenarkan norma agama,” ungkapnya. (shintia)