Dutametro.com – Potensi Diskualifikasi Calon Kepala Daerah Oleh MK Jika Ada Intervensi, Kecurangan dan Politik Uang dalam Pilkada. Ketua DPP LSM GEMPA Indonesia menyampaikan dalam peringatan keras terkait potensi Diskualifikasi Calon kepala daerah oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pemilihan gubernur, bupati dan Wali kota di Seluruh Indonesia.
Hal ini menurutnya, dapat terjadi apabila terdapat intervensi dari penyelenggara pemilu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pemerintah, dan aparat penegak hukum yang memengaruhi masyarakat untuk memilih salah satu pasangan calon.
Amiruddin SH Karaeng Tinggi menjelaskan bahwa,” Jika terbukti ada intervensi dalam bentuk apapun dari pihak-pihak tersebut, termasuk penggalangan suara melalui cara-cara curang, maka hasil Pilkada yang diperoleh oleh pasangan calon tersebut sangat mungkin dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK),” Ujar Ketua DPP LSM GEMPA Indonesia dalam keterangannya dalam viral di salah satu akun tiktok rasuli_rulixaras. Minggu (22/12/24).
Ia menegaskan bahwa segala bentuk kecurangan, seperti politik uang ( Money Politics) atau keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN), Penyelenggara Pemilu ( KPU), dan Pengawas pemilu (Bawaslu) Untuk memenangkan pasangan calon tertentu, merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip demokrasi yang jujur dan adil.
Ketua DPP LSM GEMPA merunjuk pada sejumlah aturan yang tegas mengatur sanksi bagi calon kepala daerah yang terbukti melakukan kecurangan:
1). Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pasal 73 Ayat (1) menyebutkan bahwa pasangan calon dilarang memberikan janji atau uang untuk memengaruhi pemilih.
Ayat (2) Menegaskan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat berujung pada Diskualifikasi Calon kepala daerah.
2). Peraturan Komisi pemilihan umum (PKPU)
PKPU Nomor 13 Tahun 2020 mengatur tentang larangan politik uang, dengan ancaman pembatalan sebagai peserta Pilkada jika Terbukti melakukan pelanggaran.
3). Peraturan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu):
DKPP berwenang memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang tidak netral atau melibatkan diri dalam kecurangan.
Sanksi Berat untuk Pelanggar:
Ketua DPP LSM GEMPA menegaskan bahwa sanksi tidak hanya berupa diskualifikasi, tetapi juga ancaman pidana sesuai pasal 187A Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, dengan hukuman maksimal 6 Tahun penjara dan denda hingga 1 miliar.
“Politik uang dan kecurangan sistemik adalah musuh demokrasi. Jika ditemukan bukti kuat bahwa calon kepala daerah menang karena kecurangan yang melibatkan pemerintah, aparat penegak hukum, atau penyelenggara pemilu, maka keputusan hasil pemilu dapat dianulir oleh MK,” tambahnya.
Ia juga meminta masyarakat, terutama pemilih, untuk berani melaporkan dugaan kecurangan kepada pihak berwenang.
Menurutnya, keberanian masyarakat adalah kunci utama dalam menjaga integritas Pilkada dan memastikan pemimpin yang terpilih benar-benar berintegritas dan bertanggung jawab.
“Jangan biarkan demokrasi kita ternoda oleh kecurangan. Pilkada harus menjadi ajang persaingan yang sehat, Adil, dan Transparan.” Akhiri Ketua DPP LSM GEMPA Indonesia. (Red)